Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara
lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk
yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu
dengan
pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah
negara
lain.
Teori – teori Perdagangan
Internasional
1. Teori Keunggulan Mutlak
(Absolut Advantage) oleh Adam Smith
Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan
ide-ide sebagai berikut.
a. Adanya Division of Labour
(Pembagian Kerja Internasional) dalam Menghasilkan Sejenis Barang Dengan adanya
pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah
dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh
keunggulan mutlak.
b. Spesialisasi Internasional dan
Efisiensi Produksi
Dengan
spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki
keuntungan. Suatu Negara akan mengimpor barang-barang yang bila diproduksi sendiri
(dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak
diperoleh bila suatu Negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang. Keuntungan
mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari
kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan
mengekspor barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan
biaya yang secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain,
negara tersebut memiliki keuntungan mutlak dalam produksi barang. Jadi,
keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu macam produk
yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan
dengan biaya produksi di negara lain.
2. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh
David Ricardo
David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan
mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith
memiliki kelemahan, di antaranya sebagai
berikut.
- Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang disbanding dengan Negara lain? Sebagai gambaran awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan disbanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian di atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan.
- Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional?Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan Negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) disbanding dengan lainnya.
Jadi, keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul
terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenagakerja yang
lebih murah jika diban-dingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain.
3. Teori Permintaan Timbal Balik
(Reciprocal Demand) oleh John Stuart Mill Teori yang dikemukakan oleh
J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori
Keunggulan Komparatif dari David Ricardo,
yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran
antara dua barang oleh dua negara dengan
perbandingan pertukarannya atau dengan
menentukan Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD).
Maksud Teori Timbal Balik adalah
menyeimbangkan antara permintaan dengan
penawarannya, karena baik permintaan dan
penawaran menentukan besarnya barang yang
diekspor dan barang yang diimpor.
Jadi, menurut J.S. Mill selama terdapat perbedaan dalam
rasio produksi konsumsi antara kedua negara,
maka manfaat dari perdagangan selalu dapat
dilaksanakan di kedua negara tersebut. Dan
suatu Negara akan memperoleh manfaat apabila
jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat
seluruh barangbarang ekspornya lebih kecil
daripada jumlah jam kerja yang dibutuhkan
seandainya seluruh barang impor diproduksi
sendiri.
Kondisi Ekspor Indonesia
Pengutamaan
Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor
menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya
strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke
industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau
konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat
lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas
atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara
kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$
atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor
non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut
sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada
periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun
selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi
58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah,
lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan
listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik.
Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi
bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama
periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut
memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi
pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap
periode yang sama tahun 2007.
Sementara
itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober
2008 sebesar 41,20%.
Jepang
pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta
(12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan
Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Peranan
dan perkembangan ekspor non migas Indonesia menurut sektor untuk periode
Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor
produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya
masing-masing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat
dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi
ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor
produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk
pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah
sebesar 22,10%.
Kendati
secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak
dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor
Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat
mengalami penurunan 2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan
Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%.
Kondisi Impor Indonesia
Keadaan
impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan
penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong
selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu
masing-masing dari 6,77% dan 75,65% menjadi 5,99% dan 74,89%. Sedangkan peranan
impor barang modal meningkat dari 17,58% menjadi 19,12%.
Sedangkan
dilihat dari peranannya terhadap total impor non migas Indonesia selama
Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan terbesar
yaitu 17,99%, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15%, besi dan baja
sebesar 8,80%, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98%, bahan kimia organik
sebesar 5,54%, plastik dan barang dari plastik sebesar 4,16%, dan barang dari
besi dan baja sebesar 3,27%.
Selain
itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga% yaitu
pupuk sebesar 2,43%, serealia sebesar 2,39%, dan kapas sebesar 1,98%. Peranan
impor sepuluh golongan barang utama mencapai 67,70% dari total impor non migas
dan 50,76% dari total impor keseluruhan.
Data
terakhir menunjukkan bahwa selama Oktober 2008 nilai impor non migas Kawasan
Berikat (KB/kawasan bebas bea) adalah sebesar 1,78 juta US$. Angka tersebut
mengalami defisit sebesar US$9,3 juta atau 0,52% dibanding September 2008.
Sementara
itu, dari total nilai impor non migas Indonesia selama periode tersebut sebesar
64,62 juta US$ atau 76,85% berasal dari 12 negara utama, yaitu China sebesar
12,86 juta US$ atau 15,30%, diikuti Jepang sebesar 12,13 juta US$ (14,43%).
Berikutnya Singapura berperan 11,29%, Amerika Serikat (7,93%), Thailand
(6,51%), Korea Selatan (4,97%), Malaysia (4,05%), Australia (4,03%), Jerman
(3,19%), Taiwan (2,83%), Prancis (1,22%), dan Inggris (1,10%). Sedangkan impor
Indonesia dari ASEAN mencapai 23,22% dan dari Uni Eropa 10,37%.
Manfaat
perdagangan internasional
•
Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat
penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap
negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
•
Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab
utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu
barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada
kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar
negeri.
•
Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang,
para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan
maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang
mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan
internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan
menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
•
Transfer teknologi modern
Perdagangan
luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang
lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar